
Jakarta –
Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 203 yang dijalankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bareng Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan tingkat literasi dan inklusi perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Friderica Widyasari Dewi menerangkan menurut survei tersebut, tercatat tingkat inklusi pada perempuan meraih 76,08% sementara untuk pria meraih 73,97%. Sedangkan untuk tingkat literasi, pada perempuan meraih 66,75% dan pada pria meraih 64,14%.
“Ini yang menawan sekali alasannya yakni selama berapa tahun kita geber terus jadwal untuk perempuan dan untuk pertama kali tingkat literasi dan inklusi perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan bapak-bapaknya. Tapi itu menimbulkan baru, alasannya yakni kemudian timbul seruan untuk jadwal khusus bapak-bapak,” kata perempuan yang bersahabat Kiki ini, dalam jadwal Edukasi Keuangan BUNDAKU OJK di Gedung Dhanapala, Jakarta Pusat, Selasa (25/6/2024).
Baca juga: Buset! Sri Mulyani Dapat Tawaran Pinjol Setiap Hari |
OJK sudah mendorong pelaksanaan banyak sekali jadwal literasi dan inklusi yang menyasar perempuan, khususnya ibu. Salah satunya merupakan jadwal BUNDAKU (Ibu, Anak, dan Keluarga Cakap Keuangan). Menurutnya, ibu memiliki tugas penting dalam mendorong edukasi keuangan di tingkat keluarga.
Kiki menilai, jadwal ini sungguh penting, terlebih dengan mengingat banyak sekali tantangan yang tiba di periode digital di saat ini. Melalui langkah ini, kesempatannya ibu dan keluarga dapat terhindar dari acara ilegal menyerupai sumbangan online (pinjol) ilegal, investasi bodong, sampai judi online.
“Program ini untuk jawab tantangan yang sering dihadapi oleh penduduk kita alasannya yakni banyak sekali, utamanya kaum ibu, yang kemudian kurang mengerti produk jasa keuangan dan belum dapat mempergunakan produk jasa keuangan dengan baik. Akhirnya, malah menjadi korban banyak sekali denah acara ilegal baik itu pinjol ilegal, investasi ilegal dan banyak sekali acara ilegal yang lain sehingga sungguh merugikan penduduk kita,” ujarnya.
Senada, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar memandang, penting untuk memperkuat literasi dan inklusi keuangan di masyarakat, tergolong ibu. Apalagi mengingat digitalisasi sektor jasa keuangan sudah melahirkan pula efek yang merugikan menyerupai pinjol ilegal sampai judi online.
“Kita sering mendengar adanya korban sumbangan online ilegal, investasi bodong, dan belakangan kita dengar juga bagaimana efek dari judi online dan lain-lain. Ini yakni kalau mau dibilang ‘anak haram’ lah dari digital keuangan,” kata Mahendra.
Berdasarkan catatan angka penyaluran kredit sampai pembiayaan UMKM, lanjut Mahendra, tingkat kepatuhannya dan pengembaliannya jauh lebih tinggi apabila hal itu diberikan pada perempuan. Menurutnya, menampilkan susukan literasi dan inklusi terhadap perempuan memiliki arti juga memperbesar daya tahan resiliensi anggota keluarganya dan hal ini mesti menjadi prioritas.
“Basis itu antara lain yang paling penting yakni ibu. Ini merupakan tambahan, manfaat, kegunaan dan multiplayer efek, apabila dijalankan perkuatan terhadap literasi dan inklusi dari ibu. Sehingga, daya tahannya semua terjadi terhadap seluruh keluarga disamping juga tadi kepatuhannya untuk menjalankan pengembalian pembiayaan maupun kredit yang dilakukan” ujarnya.
Mahendra menegaskan, pihaknya berkomitmen untuk mendukung secara sarat seluruh jadwal yang terkait dengan literasi keuangan. Melalui jadwal BUNDAKU, pihaknya secara khusus mendorong ibu, anak, dan keluarga piawai keuangan. Hal ini selaku basis untuk melebarkan gerakan secara masif untuk memajukan literasi bagi seluruh bangsa dan negara.
“Karena memang potensi yang ada di Indonesia berhubungan dengan sektor jasa keuangan masih dapat dibilang potensi dari sebuah yang istilahnya gelas setengah penuh. Setengah yang lain masih kosong dan banyak yang bisa dioptimalkan di situ kalau itu diberikan,” ujar dia.