20 April 2025
Energi

Pemerintah Mesti Perketat Pengawasan Di Industri Pertambangan

Indonesia menjadi salah satu negara di dunia yang dapat memproduksi mineral timah dalam jumlah besar. Kemana Timah Indonesia larinya? Dalam pengoperasiannya, pemerintah menunjuk PT Timah (Tbk) untuk menambang mineral timah yang berada di Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, dan Provinsi Riau.
Ilustrasi/Foto: Rachman_punyaFOTO

Jakarta

Pemerintah perlu memperketat pengawasannya terhadap industri pertambangan, usai lima korporasi ditetapkan selaku tersangka dalam permasalahan korupsi tata niaga timah di wilayah izin jerih payah pertambangan (IUP) PT Timah pada 2015-2022.

Lima perusahaan yg ditetapkan selaku tersangka gres dalam kendala tindak kriminal korupsi timah oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) diantaranya, PT RBT, PT SIP, PT TIN, PT SB dan CV VIP.

Pengamat Kebijakan Hukum Kehutanan dan Konservasi yang berasal Universitas Indonesia (UI) Budi Riyanto menyampaikan, kelima pemain di industri pertambangan Tanah Air memiliki izin resmi dari pemerintah, sehingga selama beroperasi memperoleh pengawasan dari otoritas.

Pernyataan Budi Riyanto ini sekaligus mewaspadai perilaku Kejagung yg memunculkan kelima korporasi selaku tersangka dalam korupsi komoditas timah. Apalagi, dasar penetapan tersangka cuma mengacu pada potensi nilai kerusakan lingkungan yang dianggap selaku kerugian keuangan negara sebesar Rp300 triliun.

“Pertanyaannya, siapa sih yg mesti bertanggung jawab ini? Jangan terus pemerintah lepas tangan begitu saja, tetapi ia selaku regulator pengawas. Apalagi dari korporasi itu kan ada izin. Ada izin yg masih hidup, mempunyai arti ada pengawasan,” ujar Budi terhadap wartawan, di Jakarta, Minggu (5/1/2025).

Adapun, yang berasal usul nilai kerusakan lingkungan dan dijadikan selaku kerugian keuangan negara bersumber dari hitungan jago lingkungan yang berasal Institut Pertanian Bogor (IPB), Bambang Hero Saharjo.

Kala itu, Bambang yg dihadirkan Kejagung menyebut kerugian negara yg dikaitkan dengan permasalahan korupsi timah meraih Rp271 triliun. Hitungannya didasarkan pada kerugian kerusakan lingkungan dalam kawasan hutan dan hutan non kawasan.

Setelah itu nilai kerugian naik menjadi Rp300 triliun sehabis auditor pemeriksaan Badan Supervisi Keuangan dan Pembangunan ( BPKP ) Suaedi yang dihadirkan jaksa dalam sidang praduga korupsi pengelolaan timah pada 13 November 2024 di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.

Total kerugian yang diperoleh dari penyimpangan pada kolaborasi sewa smelter, pembelian timah, dan kerusakan lingkungan.

Sayangnya, nilai kerugian keuangan negara yg dimaksud belum sanggup dibuktikan di Pengadilan. Bahkan, Budi Riyanto mewaspadai hitungan jago tersebut.

Menurutnya, problem kerusakan lingkungan milik parameter dan mesti dijumlah secara holistik. Diperlukan perkiraan yang masak secara komprehensif oleh scientific authority.

“Tidak mampu secara parsial, rusaknya airnya begini, rusak tanahnya begini, tanamannya begini, tetapi mesti secara holistik. Scientific authority itu bila di kami lalu LIPI, kini diganti BRIN,” paparnya.

“Soal BRIN ini nanti mulai memanggil para jago di Bogor, nantinya silahkan, jadi jangan anjuran orang per orang pribadi dijadikan dasar tuntutan, itu yg berbahaya menurut aku,” lanjut dia.

Ad interim itu, Pengamat Pertambangan, Abrar Saleng menatap Kejagung terkesan mempersoalkan acara bisnis tambang yg secara resmi mengantongi izin jerih payah pertambangan (IUP).

Menurutnya, perusahaan yang telah menemukan IUP punya tanggung jawab terhadap lingkungan atau kawasan yg diekploitasi. Hal inipun bisa diawasi oleh pemerintah.

“Justru penambang-penambang yang milik izin yg dipersoalkan. Justru yang ilegal nggak dipersoalkan. Padahal yg ilegal itu, itu tidak, tak ada, tak ada tanggung jawab lingkungannya.Nir ada tanggung kewajibannya juga pada negara,” ungkap Abrar Saleng.

Abrar menjelaskan, permasalahan pertambangan bila terjadi pelanggaran umumnya ditanggulangi secara tata kelola dan bukan pidana.

Jika terjadi tindak kriminal dalam perusahaan penambangan, maka selain hukuman administrasi, yg berhak mengerjakan penyidikan yaitu polisi dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dari Kementerian ESDM, bukan forum yang lain atau didasarkan pada hitungan jago lingkungan.

“Kalau khusus dunia pertambangan disangsikan (perhitungan ahli) sebab orang tambang juga mampu mengkalkulasikan kerugian lingkungan, bukan hanya orang pertanian,” ucapnya.

Simak Video: Penemuan Pemberdayaan Masyarakat Industri Pertambangan

[Gambas:Video 20detik]

industri pertambangankorupsi timahizin jerih payah pertambangankerusakan lingkungan

Leave feedback about this

  • Quality
  • Price
  • Service

PROS

+
Add Field

CONS

+
Add Field
Choose Image
Choose Video